SelatMadura sebagai salah satu alur pelayaran terpadat di Indonesia memiliki risiko yang tinggi terhadap tubrukan. Menurut laporan analisa kecelakaan laut 2003 – 2008 [1], terjadi sekitar 115 kecelakaan laut pertahun di Indonesia dan kecelakaan akibat tubrukan terjadi 15 % dari total kecelakaan yang terjadi sehingga membuat analisa risikoKompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Energi terbarukan adalah energi yang diperoleh ulang dan tidak akan habis atau dapat dikatan Sumber Daya Alam yang dapat diperbaharui dan menjadi yang dapat kita ambil adalah bioetanol yang terbuat dari bioetanol telah dikenal sejak lama, dan dewasa ini senyawa ini menarik perhatian yang sangatbesar karena selain manfaat tradisionalnya, senyawa ini juga merupakan bahanbakar alternatif dan bioetanol itu?Bioetanol adalah etanol yang diproduksi dari bahan baku nabati yang merupakan cairan hasil proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat dengan menngunakan bantuan sumber mikroorganisme dengan bahan dasar yaitu tanaman yang dapat menjadi sumber bahan baku bahan bakar nabati atau BNN yang dijadikan sebagai sumber tenaga listrik dan dapat dijadikan sebagai bahan pengganti premium atau sebagai campuran dari bensin tanpa perlu memodifikasi mesin kendaraan berbasis bahan bakar sendiri memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan BBM karena sumbernya terbarukan dan memiliki nilai yang tinggi hingga proses pembakarannya menjadi lebih dapat dimanfaatkan ampas singkongnya sebagai sumber energi listrik dengan pengolahan etanol dan dari etanol liter perhari dapat menghasilkan listrik 5 yang selama ini dipandang murah dan tidak terlalu digunakan ternyata ampasnya merupakan bahan baku terbaik untuk bahan bakar nabati dan sebagai sumber energi listrik. Manfaat Pembangkit Listrik Tenaga SingkongSeperti telah diuraikan di atas, bahwa dengan pembangkit listrik tenaga singkong akan memberikan manfaat, antara lain1. Penghematan bahan bakar berbasil fosil;2. Mengurangi subsidi dari pemerintah, sehingga subsidi di bidang energi sebesar 84,4% dari total anggaran subsidi pemerintah dapat dialihkan ke subsidi non energi yang langsung menyentuh masyarakat;3. Membuka lapangan kerja dan menggerakkan ekonomi pedesaan Faktor lain yang sangat mendukung produksi bioetanol adalah perkembangan teknologi yang telah memungkinkan bioetanol dapat diproduksi dari karbohidrat yang bukan merupakan bahan pangan utama. Pada dasarnya bahan baku yang digunakan untuk produksi bioetanol adalah bahan baku yang mengandung pati. Di Indonesia, industri bioetanol berbahan baku pati memiliki potensi yang sangat besar karena didukung oleh ketersediaan bahan baku yang bahan bakar fosil di Indonesia akan habis sekitar 18 tahun mendatang,bila ladang minyak tidak sebagai warga Indonesia harus mempunya inisiatif dan inovasi yang tinggi agar BBM di Indonesia tidak habis begitu saat ini juga sebagian besar menggunakan pembangkit tenaga diesel dan tentu saja harus ada segera dioperasikan sumber tenaga listrik baru untuk menggantikan daya tersebut. Lihat Inovasi Selengkapnya
Selainenergi terbarukan Biomassa energi terbarukan lain yang berpotensi dikembangkan di Indonesia antara lain Biodiesel, Bioethanol, dan Biogas. Apakah Biodiesel, Bioethanol, dan Biogas tersebut? Dampak dari menipisnya cadangan bahan bakar dari fosil tersebut sudah sangat terasa terutama di Indonesia mulai dari akan dinaikannya harga bahan0% found this document useful 0 votes14 views10 pagesOriginal TitlePemanfaatan Singkong Sebagai Bahan Dasar dalam Pembuatan BioethanolCopyright© © All Rights ReservedShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes14 views10 pagesPemanfaatan Singkong Sebagai Bahan Dasar Dalam Pembuatan BioethanolOriginal TitlePemanfaatan Singkong Sebagai Bahan Dasar dalam Pembuatan BioethanolJump to Page You are on page 1of 10 You're Reading a Free Preview Pages 5 to 9 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
2 Cara kerja the methanol fuel cell yaitu, methanol (dicairkan dengan air) secara katalitik dioksidasi menjadi CO2 di anoda. Kemudian elektron dilepas kekonduktor listrik eksternal. Elektron-elektron tersebut menggerakkan beban listrik seperti motor listrik atau bulb dan
Di saat harga BBM kembali dinaikkan oleh pemerintah, orang-orang kembali ribut untuk mencari solusi alternatif pengganti BBM. Salah satu biofuel pengganti/subtitusi bensin adalah bioetanol. Gaung bioetanol pernah booming kurang lebih 8-10 tahunan yang lalu. Rasanya hampir semua orang berlomba-lomba membuat bioetanol, terutama dari singkong/pati. Kebun-kebun singkong dibangun di mana-mana. Pelatihan-pelatihan bioetanol berjamur dan selalu penuh pesertanya. Namun, ini yang sungguh membuat saya terheran-heran, realisasi bioetanol sebagai energi di Indonesia ternyata NOL. Saya ulangi lagi NOOOOL…sodara-sodara….. alias NIHIL….alias NGGAAKKK ADA. Data ini saya peroleh dari website/publikasinya Kementrian ESDM dan informasi langsung dari staf ESDM. Sungguh aneh. Saya sudah membahasnya di artikel lain, mengapa bioetanol masih diperlukan di Indonesia. Bioetanol belum bisa digantikan oleh biogas, biosolar/biodiesel atau listrik. Kenapa….????? Karena semua motor dan sebagian besar kendaraan di Indonesia masih minum bensin/premium. Mesin bensin beda dengan mesin diesel apalagi mesin biogas atau mesin listrik. Karenanya mesin bensin tidak bisa disuruh minum biosolar dan biogas. Perlu modifikasi sana-sini atau tambah ini-itu. Pemerintah sudah menaikkan harga bensin/premium menjadi Rp. pr liter sejak seminggu yang lalu dengan alasan bahwa subsidi BBM sangat membebani anggaran negera. Terlepas dari pro dan kontra terhadap kebijakan pemerintah tersebut, saya hanya berharap agar momentum kenaikan BBM ini bisa menjadi momentum kebangkitan/kesadaran pemerintah dan bangsa ini untuk mengembangkan biofuel, khususnya bioetanol sebagai alternatif penganti/substitusi bensin. Hanya saja, perasaan saya euforia bioetanol dan biofuel tidak seperti 8 tahun yang lalu. Program ini pernah tidak berjalan alias gagal, dan sepertinya orang-orang sudah trauma dengan kegagalan ini. Saya jadi berfikir, kira-kira apa yang menyebabkan bioetanol tidak berkembang di Indonesia. Saya tidak punya banyak informasi. Informasi yang saya punya hanyalan informasi yang saya peroleh secara informal dari teman-teman yang pernah berkecimpung di dunia peretanolan jaman dulu, kenalan dari ESDM, dan teman-teman yang konsern dengan etanol. Saya menduga bahwa salah satu penyebabnya adalah faktor ekonomis. Bioetanol di Indonesia yang sudah siap untuk diproduksi dalam skala masal adalah bietanol dari molases, nira, dan singkong atau sumber pati-patian yang lain. Bioetanol dari molases dan nira adalah yang paling mudah. Industri ini sudah berdiri sejak dulu kala dengan nama Pabrik Spirtus. Beberapa pabrik spirtus ada di beberapa tempat, terutama yang ada di dekat pabrik gula PG. Produknya adalah spirtus yang berwarna biru. Spirtus ini adalah bioetanol yang diberi pewarna biru. Jika akan digunakan sebagai bioethanol fuel grade EFG, perlu ditingkatkan kemurniannya menjadi 99%. Nah…problemnya adalah masalah harga bioetanol itu. Spirtus kalau tidak salah harganya kurang lebih 15 rb per liter, padahal kadar etanolnya sekitar 60%. Ethanol 95% yang dijual di apotik atau toko kimia dijual dengan harga Rp. 25rb – Rp. 30rb. Saya biasa menggunakan etanol ini untuk disinfektan di lab. Biofuel yang kadar etanolnya 99%, harganya berapa….????????? Konon, jaman dulu pertamina membelinya dengan harga Rp. Sekarang mungkin harganya naik, tetapi saya tidak tahu berapa tepatnya. Bagi pengusaha, bagaimana mungkin membuat barang dalam hal ini bioetanol yang sangat murni 99% dengan tahapan yang lebih zulit, rumit, dan biayanya lebih besar, tetapi harganya muurraaahhh. Lebih murah daripada barang yang sama dengan kemurniana cuma 60%. Sungguh-sungguh tidak masuk di akal, bukan….?????!!!!! Itulah Indonesia. Bahan baku bioetanol berikutnya adalah dari singkong atau bahan lain yang mengandung pati tinggi, seperti sorgum, sagu, ganyong, dan lain-lain. Singkong sudah di tanam besar-besaran di berbagai daerah di Indonesia. Kabar angin juga, perusahaan-perusahaan besar nasional yang bergerak di bidang energi terbarukan juga sudah menginvestasikan untuk menanam singkong di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Bahkan, kabarnya mereka juga sudah membangun pabrik bioetanol. Kabar terakhir pabrik ini tidak berjalan. Bioetanol dari singkong atau dari umbi-umbian yang lain membutuhkan langkah proses yang lebih panjang dari pada etanol dari molases atau dari nira. Tambah satu proses lagi, yaitu hidrolisis. Hidrolisis bisa menggunakan asam atau enzime. Kendalanya adalah ketersediaan enzime ini dan harga enzimenya. Gula hasil hidrolisis enzimatik mesti segera difermentasi, kalau tidak akan segera terfermentasi sendiri menjadi asam. Repot, kan. Lebih konyol lagi, harga singkong melonjak hingga 300%nya sejak isu bioetanol dari singkong ini berkembang. Meningkatnya harga bahan baku ini menyebabkan biaya produksinya juga meningkat. Tantangan lainnya adalah bioetanol dari singkong berkompetisi dengan tepung tapioka. Proses pembuatan tempung tapioka jauh lebih sederhana daripada proses pembuatan bioetanol. Gampangnya, cuma diparut, diperes, dicuci, dan diendapkan saja. Semuanya proses fisik dan tidak melibatkan proses kimia. Harga jual tepung tapioka pun juga lumayan tinggi. Pabrik bioetanol dari singkong tidak bisa bersaing dengan pabrik tepung tapioka. Tragis. Alternatif berikutnya adalah bioetanol dari lignoselulosa. Secara teoritik, bioetanol ini sangat menjajikan. Indonesia memiliki biomassa yang sangat melimbah. Kalau dikonversi secara matematik potensinya sangat besar. Ini baru dihitung dari limbah biomassa agroindustri, perkebunan, dan kehutanan. Belum lagi kalau biomassanya memang langsung dari tanaman yang ditanama khusus untuk produksi biomassa, akan semakin besar lagi potensinya. Hanya saja….sayangnya… Teknologi ini belum siap dalam skala besar. Beberapa pilot plan sudah dibagun di negara Eropa dan di Indonesia juga sudah ada pilot plant yang cukup besar. Masalahnya sama, proses produksi bioetanol dari biomassa lignoselulosa jauh lebih panjang dan lebih sulit daripada produksi bioetanol dari singkong. Tentu saja ini akan berakibat pada biaya produksinya. Setahu saya sampai saat ini belum ada teknologi yang murah untuk menghasilkan bioetanol dari lignoselulosa. Dari bahan yang mudah saja masih berat apalagi membuat bioetanol dari bahan-bahan yang lebih sulit, lebih berat lagi menjualnya. Itulah kira-kira analisa saya, mengapa bioetanol belum berkembang di Indonesia. Saya tetap optimis jika bioetanol tetap akan menjadi biofuel yang menjanjikan di masa depan. Namun kapan masa depan itu masih belum jelas. Saya berusaha untuk meneliti dan membuat bioetanol dari biomassa dan mengembangak cara-cara yang bisa lebih murah dari teknologi saat ini. Penelitian semacam ini, meskipun belum terlihat potensi ekonominya dalam jangka pendek, tetapi seyogyanya didukung oleh pemerintah atau industri terkait. Kalau tidak, kemungkinan kita akan tetap dan terus menjadi konsumen teknologi di masa depan. Penelitian-penelitian tentang biofuel/bioetanol dari biomassa sangat gencar di lakukan di luar negeri. Perlahan tetapi pasti mereka akan menemukan teknologi produksi yang murah dan bisa bersaing dengan BBM. Indonesia, kalau tidak mengejar akan tertinggal dan akhirnya menyerah untuk menggunakan teknologi mereka. Semoga ini tidak terjadi. Wallahua’lam. Rate this Walaupunproses produksi bioetanol dari sumber bahan pangan lebih sederhana, namun ketersediaannya tidak akan mencukupi untuk produksi bahan bakar alternatif. Prof Uju, dosen IPB University dari Departemen Teknologi Hasil Perairan (THP), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) menyebut rumput laut hijau beserta limbahnya berpotensi besar 13Juli 2009 14/07/2009 Riyadh, CyberNews.Arab Saudi, Senin, telah mensahkan undang-undang untuk memerangi perdagangan manusia setelah mendapat kecaman dari sekutu pentingnya AS dan kelompok hak asasi manusia.Menurut perundangan yang telah disetujui kabinet itu, para pedagang akan menghadapi hingga 15 tahun penjara atau 1 juta riyal (266.700 .